Living life and Make it Better

life, learn, contribute

Endy Muhardin

Software Developer berdomisili di Jabodetabek, berkutat di lingkungan open source, terutama Java dan Linux.

Bisnis Open Source

Artikel ini, tidak seperti biasanya, ditulis berdasarkan request oleh teman saya. Selain itu, juga ada thread di milis JUG Indonesia yang membahas tentang bisnis open source. Di sana saya memberikan sedikit komentar yang secara singkat serupa dengan apa yang akan dijelaskan di sini.

Beberapa tahun belakangan ini, gema open source mulai ramai di dunia. Banyak orang yang tadinya skeptis dengan ide software gratis, mulai mencoba peruntungannya di dunia yang buka-bukaan ini. Banyak juga orang (salah satunya saya) yang bergembira dan sangat mendukung open source, terutama karena ke’gratis’annya semata.

Tidak kurang dari perusahaan besar di dunia seperti Oracle, IBM, Sun, dan masih banyak yang lainnya, merilis aplikasi mereka yang berharga jutaan dolar secara open source atau ‘gratis’.

Open source tidak selalu gratis, walaupun biasanya begitu. Dan gratis juga tidak selalu berarti open-source. Untuk menyederhanakan urusan, yang akan kita bahas di sini adalah software gratis. Terlepas dari apakah software tersebut open source atau tidak.

Orang-orang pun mulai bertanya, “Apa tidak rugi melepas aplikasi secara gratis? Dari mana keuntungannya? Padahal untuk membuat software tersebut, telah banyak biaya yang dikeluarkan.” Dan masih banyak lagi pertanyaan sejenis.

Tapi yang jelas, mereka tidak menjadi rugi karena melepas aplikasinya. Tindakan ini tentunya sudah didahului dengan kalkulasi bisnis yang matang dan tidak semata ikut-ikutan trend open source atau tiba-tiba menjadi ‘baik hati’ terhadap negara ketiga/miskin (misalnya, Indonesia). Nah, sekarang mari kita lihat, dari mana profitnya.

Setidaknya ada beberapa modus operandi penggunaan strategi gratis untuk perusahaan, sepanjang pengetahuan saya:

  1. RND
  2. Teaser product
  3. Strategi Produk Komplementer
  4. By product
  5. Pendukung core business
  6. Sebagai produk utama

Mari kita lihat satu per satu.

Disclaimer: semua yang saya tulis di sini merupakan pendapat pribadi saya, atas pengamatan tentang penggunaan strategi gratisan, yang tidak terbukti kebenarannya. Tidak ada pernyataan resmi dari perusahaan yang disebut di sini tentang strategi gratisnya. Silahkan tulis komentar anda di bawah kalau setuju/tidak setuju dengan pendapat saya ini.

Research and Development

Strategi ini digunakan oleh RedHat. Mereka membuat project open source Fedora sebagai lini depan riset Linux. Teknologi yang dihasilkan di project Fedora kemudian digunakan di lini produk komersilnya Red Hat Enterprise Linux. Dengan menggunakan project open source sebagai divisi RND, Red Hat mendapat keuntungan dari kontribusi tenaga kerja gratisan (baca: sukarelawan) baik di posisi developer, tester, dokumenter, public relation (dalam bentuk komentar positif, testimoni, word of mouth), dan juga technical writer (blog membahas penggunaan Fedora, support forum, mailing list, dsb). Seperti kita lihat di sini, sebenarnya Red Hat mendapat keuntungan besar, setidaknya dari sisi payroll dan marketing, dengan menggunakan strategi open source.

Latihan buat pembaca, sebutkan contoh lain perusahaan yang menggunakan open source sebagai divisi RND.

Teaser Product

Promosi produk yang terbaik adalah dengan cara memberikan produk tersebut ke konsumen, dan berharap mereka puas dan bercerita kepada teman-temannya (yang diharapkan akan membeli produk tersebut). Strategi ini digunakan Oracle pada saat mereka melepas produk Oracle 10g Express Edition. Harapannya adalah, dengan menggunakan produk gratis tersebut:

  1. Lebih banyak orang yang familiar dengan produk Oracle
  2. Pengguna merasa puas atau sudah terlalu terbiasa (baca: kecanduan) dengan Oracle
  3. Pada suatu saat, pengguna gratisan tersebut merasa kurang dengan fitur yang ada, dan akan membeli versi berbayarnya
  4. Jika pengguna gratisan diminta rekomendasi oleh bosnya/temannya, mereka akan merekomendasikan Oracle, karena itulah produk yang mereka kuasai, dan lagipula bukan mereka yang akan membayarnya.

Strategi pemasaran ini lebih efektif daripada memasang iklan di media. Banyak orang (termasuk saya) yang sudah sangat bosan dengan iklan, sehingga ada fitur ‘autoskip’ di otak saya yang secara otomatis menutup popup iklan, bahkan sebelum gambarnya selesai loading. Bahkan untuk kasus ekstrim, banyak orang mau bersusah payah yang memasang filter iklan seperti Adblock atau no-ads.pac untuk melucuti media dari semua iklan.

Dengan menggunakan ‘orang betulan’ yang tulus dan jujur untuk merekomendasikan produknya, lebih besar kemungkinan produk akan dibeli.

Strategi Produk Komplementer

Ada kalanya perusahaan menggratiskan suatu aplikasi karena aplikasi tersebut adalah komplementer dari produk utamanya. Contohnya adalah Acrobat Reader.

Waktu kita belajar di SMP dulu, kita belajar tentang produk substitusi dan komplementer. Produk substitusi adalah produk yang dapat menggantikan produk lain. Misalnya, Indomie adalah produk substitusi Mi Sedap.

Sedangkan produk komplementer adalah produk yang saling melengkapi dengan produk lain. Seperti yang sering kita lihat di tivi, salah satu iklan tag linenya adalah, “Apapun makanannya, minumnya tetap … (produk XXX)”. Nampaknya produsen minuman tersebut berusaha serakah dengan menjadikan produknya sebagai komplementer untuk semua makanan padat.

Acrobat Reader, adalah komplementer dari Acrobat Distiller. Dengan menggratiskan Reader, Adobe berharap penjualan Distiller akan meningkat. Sepertinya strategi ini cukup jitu, sehingga PDF bisa jadi standar format dokumen di internet.

Lebih lanjut tentang penggunaan strategi produk komplementer ini dijelaskan oleh Joel Spolsky. Silahkan baca sendiri di websitenya.

By Products

By products artinya produk sampingan. Misalnya kita membuka usaha jualan kelapa parut di pasar, kita akan mendapatkan banyak sekali air kelapa sebagai limbah. Mereka yang jeli akan segera beternak jamur di dalam air kelapa tersebut dan segera membuka lini produk baru, yang lebih tenar disebut dengan Nata de Coco.

Hal yang sama dilakukan oleh Martin Fowler dan gerombolannya. Bisnis utama mereka adalah software development dan konsultasi bagi perusahaan software development yang lainnya. Sebagai mana konsultan manajemen pada umumnya, mereka juga berjualan jargon. Salah satu jargon yang mereka perdagangkan adalah Continuous Integration. Ini tidak lain adalah istilah keren dari kompile sering-sering dan test sampai capek. Menyuruh programmer kompile lima kali sehari dan testing sepuluh kali sehari kemudian menulis hasilnya dalam format HTML adalah cara cepat untuk membuat programmer pensiun dini alias resign. Oleh karena itu, mereka membuat program kecil yang bisa melakukan kegiatan tersebut secara terjadwal dan terus menerus. Sehingga jargon Continuous Integration bisa dijual dengan sukses.

Program kecil tersebut adalah Cruise Control. Dapat Anda peroleh secara gratis di SourceForge.

Perhatikan di sini bahwa dagangan utama mereka adalah proses, bukan produk. Sehingga Cruise Control tersebut adalah by product belaka. Sama seperti ‘nata de coco’. Karena bukan produk utama, tidak ada kerugian dari melepas aplikasi tersebut secara gratis. Keuntungannya, para calon prospek akan berpersepsi bahwa Martin Fowler masih punya mainan lain yang lebih menarik yang tidak digratiskan. Sehingga dengan senang hati mereka akan mempekerjakan dia dan pasukan magangnya dengan tarif selangit.

Pendukung produk utama

Framework favorit saya, Spring Framework adalah contohnya. Produk utama Interface 21, perusahaan sponsor Spring Framework, adalah perusahaan software development. Berbagai perusahaan besar di dunia mempercayakan pengembangan aplikasi bisnisnya pada Interface 21. Jadi, produk utama Interface 21 adalah software development. Dalam mengembangkan aplikasi pesanan client, Interface 21 membutuhkan framework berkualitas tinggi dan berarsitektur bagus. Di situlah peranan project Spring Framework, sebagai produk pendukung aktivitas bisnis Interface 21.

Produk Utama

Ada juga beberapa perusahaan yang menjadikan aplikasi gratisnya sebagai produk utama. Lalu datang pertanyaan, “Kalau produk utama digratiskan, dari mana dapat uangnya?”. Ada beberapa jalur lain di luar penjualan software: training, buku, dan customization. Jalur ini ditempuh JBoss dan Hibernate. Dokumentasi utama JBoss tidak gratis. Kita harus membeli dengan sistem berlangganan di websitenya.

Hibernate, mendapat pemasukan dari penjualan buku. Pembuatnya, Gavin King dan Christian Bauer mengarang buku yang bagus sekali, Hibernate in Action. Isinya menjelaskan desain aplikasi pada umumnya, dan penggunaan framework Hibernate. Dengan semakin banyaknya pengguna Hibernate, buku dan training akan semakin laku.

PlaySMS dan PlayBilling, mendapat pemasukan dari customization. Para pelanggan seringkali membutuhkan fitur khusus yang belum ada di rilis open source. Untuk itu, mereka membayar developer untuk menambahkan fitur yang dibutuhkan. Siapa yang lagi yang lebih berkompeten menulis tambahan fitur selain pengembang aslinya?

Demikianlah uraian tentang bisnis open source. Jadi, hilangkan ilusi bahwa perusahaan besar sekarang menjadi dermawan, karena memberikan aplikasinya secara gratis. Ada kepentingan pemegang saham di baliknya, yang tentu saja, tidak mau rugi.

Walaupun demikian, kita lihat ada situasi win-win di sini. Pengguna diuntungkan dengan adanya software gratis. Perusahaan juga diuntungkan dari promosi gratis, tenaga sukarela, dan berbagai keuntungan lainnya.

Oleh karena itu, mari gunakan aplikasi gratis. Kalo bisa gratis, kenapa harus bayar? Kalo ada yang gratis, kenapa masih membajak?

:D