Living life and Make it Better

life, learn, contribute

Endy Muhardin

Software Developer berdomisili di Jabodetabek, berkutat di lingkungan open source, terutama Java dan Linux.

Menjadi Dosen Hi-Tech

Pada posting sebelumnya, saya sudah menjelaskan tentang menjadi mahasiswa yang hi-tech. Yaitu dengan cara memanfaatkan teknologi dalam mengikuti perkuliahan sehingga hasilnya lebih maksimal. Tentunya tidak adil kalau peningkatan di sisi mahasiswa tidak diimbangi oleh dosennya.

Untuk itu, pada artikel kali ini, kita akan membahas bagaimana menjadi dosen yang lihai memanfaatkan teknologi terbaru, agar impact yang dihasilkan dari perkuliahannya menjadi maksimal.

Menjadi mahasiswa sekaligus juga dosen, memungkinkan saya untuk mengoptimasi metode belajar saya pribadi. Dari metode belajar ini, saya posisikan diri sebagai pengajar, sehingga menghasilkan metode mengajar yang mudah-mudahan tidak membebani siswa, tapi menghasilkan dampak yang maksimal. Tentu saja, metode belajar tiap orang berbeda-beda, dan cara ini belum tentu efektif untuk orang lain.

First of all, menjadi mahasiswa pasca tentu berbeda dengan mahasiswa S1/D3 yang kuliah full time. Pada jaman saya kuliah S1 dulu, waktu saya 100% untuk kuliah. Tidak disambi kerja. Sedangkan sekarang, selain kuliah saya juga kerja dan mengajar. Alokasinya tentu jauh dari 100%.

Untuk mengatasi keterbatasan waktu, saya belajar kapanpun ada waktu idle. Sumber waktu idle yang paling besar adalah waktu transportasi. Setiap hari warga Jakarta menghabiskan waktu minimal 2-4 jam setiap hari di jalan. Berarti dalam seminggu ada 10 - 20 jam yang terbuang percuma. Nah, kita bisa manfaatkan waktu ini untuk belajar.

Metode belajar bisa macam-macam. Bisa dengan

  • membaca buku
  • browsing internet
  • mendengarkan rekaman kuliah
  • menonton penjelasan

Dengan berbagai metode di atas, saya sudah berhasil mempelajari:

Belajarnya selama di kereta commuter line dan di motor antara rumah dan stasiun :D

Nah, berangkat dari pengalaman tersebut. Tentu kita sangat berterima kasih pada guru-guru kita dan tim publikasinya yang telah memberikan pelajaran, merekamnya, dan kemudian mengunggahnya ke Youtube agar dapat kita gunakan bersama. Selanjutnya, sebagai dosen/guru/pengajar/instruktur, kita juga bisa melakukan hal yang sama. Rekam semua materi yang kita ajarkan di kelas, edit, kemudian upload ke Youtube.

Butuh waktu agak lama sampai saya mempublish artikel ini. Terutama karena saya ingin walk the talk, practice what you preach, menjalankan apa yang kita anjurkan. Sekarang saya sudah bisa menulis tentang ini, karena channel Youtube ArtiVisi sudah berjalan dengan konsisten.

Dari sisi ROI (return on investment), publikasi di Youtube ini akan sangat menguntungkan. Materi yang seharusnya cuma bisa didengarkan segelintir orang dalam kelas, jadi bisa dikonsumsi orang seluruh dunia (karena materi saya berbahasa Indonesia). Bayangkan pahala sedekah jariyah yang bisa kita dapatkan. Para motivator menyebutnya passive income :D

Peralatan

Berapa modalnya?

Bisa mahal, bisa murah. Kalau mau minimalis, untuk menghasilkan video tutorial yang memadai, kita cukup punya tiga perangkat :

  • Smartphone berkamera (Android atau iPhone)
  • Penyangga smartphone
  • Microphone

Mengenai smartphone, tentu tidak perlu dijelaskan lagi. Sekarang ini semua orang sudah punya akun Instagram dan Facebook. Tentu cara mengoperasikan kamera video sudah tidak perlu kita bahas lagi di sini.

Untuk penyangga, tidak perlu yang mahal-mahal. Kita bisa bikin sendiri seperti pada tutorial berikut.

Banyak orang bertanya, kan smartphone saya juga bisa menangkap suara.

Kenapa masih harus beli mic?

Ya karena kalau tidak pakai mic, suaranya jelek. Ini karena jarak antara sumber suara dan microphone handphone terlalu jauh. Sehingga dia menangkap juga suara-suara dalam ruangan. Bila kita pasang mic dekat mulut kita, maka suara kita akan mengalahkan suara-suara lain dalam ruangan, sehingga terdengar lebih jelas.

Microphone yang cukup baik harganya tidak mahal. Saya menggunakan mic lavalier (mic yang ditempel/dijepit di baju) merek Audio Technica ATR3350IS seharga 500 ribu rupiah.

Audio Technica ATR3350IS

gambar diambil dari websitenya Audio Technica

Microphone ini sudah dilengkapi dengan adapter supaya bisa dipasang di smartphone.

Bila mau lebih serius, silahkan beli kamera handycam, DSLR, dan jangan lupa tripodnya sekalian.

Cara Pembuatan

Sulitkah membuatnya?

Sama sekali tidak. Saya sudah menjelaskan cara pembuatannya pada video berikut

Secara garis besar, membuat video tutorial terdiri dari tiga langkah:

  • syuting
  • edit
  • upload

Syuting

Tidak ada yang perlu dijelaskan mengenai syuting. Cukup letakkan smartphone pada penyangga, pasang mic, mulai merekam.

Sedikit tips, bila pada saat merekam ada gangguan, misalnya:

  • lupa apa yang mau dijelaskan
  • ada suara latar yang mengganggu (motor lewat pakai knalpot racing, dipanggil istri, dsb)

Berhenti saja sebentar tanpa perlu mematikan rekaman. Begitu sudah tenang, bisa kita lanjut lagi. Bagian yang berisik tadi bisa dibuang di fase pengeditan.

Untuk materi pemrograman, saya biasanya juga merekam layar komputer saya selama membuat aplikasi. Berikut beberapa aplikasi gratis yang bisa digunakan:

  • Simple Screen Recorder (Ubuntu)
  • gtkRecordMyDesktop (Ubuntu)
  • Kazaam (Ubuntu)
  • QuickTime Player (MacOSX) –ya dia juga bisa merekam lho–
  • Camstudio (Windows), bukan Camtasia (berbayar)
  • Open Broadcaster Studio / OBS (Windows)

Edit

Setelah disyuting, kita lakukan pengeditan. Biasanya yang saya lakukan pada saat mengedit antara lain:

  • membuang bagian-bagian yang mengganggu / tidak perlu
  • menambahkan ilustrasi berupa tulisan atau slide presentasi
  • menambahkan bumper intro dan closing
  • konversi ke format file dan resolusi yang sesuai

Aplikasi pengeditan tidak perlu canggih-canggih. Berikut beberapa aplikasi gratis yang bisa digunakan:

  • Openshot (Ubuntu)
  • Pitivi (Ubuntu)
  • iMovie (MacOS)
  • Windows Movie Maker (Windows)

Aplikasi gratis ini sudah cukup untuk melakukan pengeditan seperti yang dijelaskan di atas.

Unggah

Tahap terakhir, kita login ke Youtube atau Vimeo, lalu upload video kita tadi. Jangan lupa aktifkan fitur Monetization supaya yutub memasang iklan di video kita. Lumayan bonus buat upgrade peralatan ;)

Kesimpulan

Sekarang sudah jaman multimedia. Sebagai dosen, kita juga harus up to date dengan perkembangan teknologi. Dengan energi yang sama, (okelah tambah dikit untuk edit dan unggah), manfaat yang kita berikan bagi orang lain akan jauh bertambah.

Bila ingin lihat contoh hasilnya, silahkan berkunjung ke channel ArtiVisi.

Kita ada materi pelajaran:

Yuk upload video tutorial. Jangan mau kalah sama Sinta-Jojo ;)