Menjadi Mahasiswa Hi-Tech

Seperti sudah diceritakan pada posting sebelumnya, saya sudah beberapa tahun ini mengajar di Universitas Pancasila. Total sudah lebih dari 6 kelas yang saya ajar. Kalau satu kelas saja isinya 30 orang, maka setidaknya ada 180 mahasiswa yang telah mengikuti perkuliahan saya.

Memperhatikan perilaku ratusan mahasiswa dalam mengikuti kuliah, saya menemui suatu kondisi yang ironis.

Dari sekian banyak mahasiswa, tidak ada satupun yang mengikuti perkuliahan sesuai dengan kondisi jaman sekarang. Semuanya, tanpa terkecuali, masih kuliah seperti halnya saya kuliah di tahun 1997 dulu. Ya benar, selama 17 tahun tidak ada perubahan metodologi sama sekali.

Padahal ini mahasiswa jurusan IT, yang sepatutnya menjadi yang terdepan dalam hal memahami dan memanfaatkan teknologi terkini. Mereka masih saja:

  • mendengarkan saya berceloteh di depan kelas
  • mencatat celotehan saya dan gambar-gambar yang saya buat di papan tulis
  • pada saat mau ujian, belajar dari catatan tersebut

Tidak sebanding dengan persenjataan masing-masing individu:

  • Smartphone. Segelintir pakai iPhone, dan mayoritas pakai Android. Minimal Blackberry.
  • Internet Nonstop. Baik paket data dari smartphone maupun internet gratis dari kampus.
  • Sesi kuliah saya selalu diadakan di lab komputer. Masing-masing orang menghadapi PC di depan mukanya.

Nah, lalu bagaimana seharusnya??

Ada beberapa poin yang seharusnya dilakukan mahasiswa jaman sekarang:

  1. Jangan mencatat
  2. Tinggal di awan
  3. Kolaborasi menggunakan social networking
  4. Belajar dari internet

Waduh, tidak mencatat gimana mau ingat? Tidak bawa buku lalu mau menulis dimana? Bukannya orang bilang Facebook itu tidak produktif?

Mari kita bahas..

Jangan Mencatat

Urusan catat-mencatat ini kita bagi dua:

  • pada saat kuliah teori
  • pada saat praktikum

Saat Kuliah

Ada beberapa kerugian kalau kita mencatat selama sesi perkuliahan:

  • tidak mengikuti penjelasan dosen secara penuh karena konsentrasi kita terbagi
  • tidak bisa mengabadikan materi 100%, karena kecepatan menulis kita jauh lebih lambat daripada kecepatan bicara dosen
  • untuk konten instruksional, seperti sesi live coding yang biasa saya lakukan di kelas, ada urut-urutan langkah yang sulit untuk ditangkap tulisan tangan

Walaupun demikian, menulis itu tetap penting karena banyak manfaatnya:

  • mengatasi faktor lupa. Apalagi pada masa kuliah kita mengikuti beragam perkuliahan. Kalau tidak dicatat, isi kuliah Pemrograman akan ludes begitu kita masuk kelas Basis Data.
  • kegiatan menulis ulang dengan kalimat sendiri dapat meningkatkan pemahaman kita. Ini sebabnya saya menulis blog.
  • kegiatan menulis juga bisa mengikat materi lebih kuat ke ingatan kita dibanding hanya mendengarkan saja.

Lalu bagaimana? Katanya jangan mencatat.

Begini _best practices_nya:

  • Kalau dosen menulis di papan tulis, jangan dicatat. Potret saja.

  • Selama sesi perkuliahan, nyalakan perekam suara untuk merekam omongan dosen.

  • Setelah selesai kuliah, investasikan waktu 30 menit untuk:

    • mengetik ulang materi kuliah dengan kata-kata kita sendiri
    • tambahkan dengan foto tulisan/diagram yang digambar dosen di papan tulis
    • bila ada hal-hal yang kurang jelas, segera lengkapi dengan bantuan Google.

Dengan demikian, kita bisa mendapatkan segala keuntungan menulis tanpa terkena kerugian karena menulis selama sesi kuliah. Intinya, pisahkan kegiatan menulis (yang berguna untuk memperjelas pemahaman dan mengikat materi di otak) dengan kegiatan merekam penjelasan dosen.

Sulitkah melakukan hal tersebut di atas?

Sama sekali tidak. Lihat daftar persenjataan yang saya jabarkan di atas. Smartphone termurah sekalipun (harga 1 juta ke bawah BNIB) sudah mampu memotret dan merekam suara. Tambahkan budget sekitar 300 ribu untuk memory card berkapasitas 32GB. Sebagai gambaran, rekaman suara 60 menit ukuran filenya 60MB. Dengan 32 GB, kita bisa menampung 500 jam celotehan dosen :D Ok lah kita bagi dua menjadi 200 jam, karena separuhnya kita pakai untuk foto papan tulis. Kalau satu foto ukurannya 4MB, maka kita punya space untuk 4000 foto. Cukuplah untuk satu semester.

Saat Praktikum

Pada sesi praktikum, biasanya tidak ada penjelasan dosen atau asisten. Mahasiswa diberikan tugas untuk dikerjakan. Kadangkala dilengkapi dengan instruksi atau tutorial. Bagi mahasiswa pemrograman, selama praktikum tentu akan disuruh coding. Untuk mata kuliah jaringan, kadangkala disuruh setting server. Apapun itu, untuk menyelesaikan tugas praktikum biasanya dibutuhkan beberapa langkah pengerjaan menggunakan komputer.

Lalu apa yang dicatat?

Ya tentu saja langkah demi langkah penyelesaian tugas. Ambil screenshot tiap langkah, kemudian pasang di aplikasi word processor seperti Microsoft Word atau Libre Office Writer. Kalau mau lebih canggih, gunakan format Markdown seperti yang saya jelaskan di sini. Bingung bagaimana format pencatatannya? Silahkan ikuti contoh tulisan saya tentang penggunaan Google.

Selain menggunakan word processor, kita juga bisa rekam kegiatan kita di komputer selama sesi praktikum. Kalau sudah ada rekaman, kapan saja perlu tinggal kita tonton ulang. Bonus point kalau setelah praktikum rekaman screencast tersebut kita dubbing untuk menambahkan penjelasan suara. Contohnya bisa dilihat di berbagai video tutorial ArtiVisi di Youtube.

Tools dan Aplikasi

Pengguna Ubuntu bisa menggunakan aplikasi Shutter untuk mengambil screenshot dan RecordMyDesktop untuk merekam screencast. Bila ingin men-dubbing screencast, rekam dulu penjelasannya pakai smartphone, kemudian gabungkan audio dan video dengan aplikasi OpenShot.

Bagi mereka yang di jaman merdeka ini masih saja terkurung di balik jendela, bisa menggunakan aplikasi SnagIt untuk membuat screenshot, dan Camtasia untuk membuat screencast.

Ok pak. Saya sudah mencatat di luar sesi kuliah menggunakan word processor, tidak lagi pakai buku dan pulpen. Berarti saya kemana-mana harus bawa flashdisk dong?

Tidak perlu. Kan sekarang trend-nya tinggal di awan ;)

Tinggal di Awan

Jaman sekarang, orang berlomba-lomba menyediakan cloud services. Ada 4shared, Dropbox, Youtube, Github, Twitter, Facebook, dan sebagainya. Kita harus manfaatkan layanan gratis ini semaksimal mungkin. Kasihan yang bikin, udah susah-susah bikinnya, kita tinggal pake aja gak mau :D

Ada beberapa layanan yang saya gunakan, yaitu:

  • Youtube: untuk mengupload hasil screencast. Silahkan tonton dan subscribe.
  • Quip. Ini adalah layanan untuk membuat catatan. Kita bisa membuat catatan, mengupload foto pada catatan tersebut, bahkan sampai membuat buku. Quip ini saya gunakan selama sesi training. Semua penjelasan saya catat di situ, kemudian saya share ke peserta training. Dengan demikian mereka tidak perlu mencatat dan saya tidak perlu mengirim email berisi catatan.
  • Github. Ini adalah social networking buat programmer. Halaman Github saya bisa diakses di sini. Lihat juga daftar repository. Materi kuliah, tugas praktikum, dan sample source code saya posting di sana. Sebagai contoh, ini adalah penjelasan tentang Maven. Lihat juga history commit untuk mengetahui langkah-langkah membuat suatu program.

Saya kan baru mahasiswa pak. Tidak perlu bikin akun Github gpp ya?

Nah, kalau kamu mahasiswa saya, wajib punya. Saya cuma terima pengumpulan tugas via Github. Udah gak jaman mahasiswa ngejunk di inbox saya mengirim file *.rar atau *.zip. Tanpa akun Github, nilai tugas kamu nol.

Kalau bukan mahasiswa saya ya terserah saja. Satu hal yang perlu diingat. Github itu adalah portfolio kamu sebagai programmer. Modal utama programmer dalam mencari kerja. Di situ kamu menunjukkan apa yang bisa dan pernah kamu buat. Rekruter jaman sekarang juga sudah canggih. Memanggil orang interview itu buang waktu, tenaga, dan biaya. Akan jauh lebih cepat mudah dan murah untuk langsung saja melihat isi repo Github. Dalam 5 menit udah ketahuan kandidat tersebut bisa apa saja dan sejauh mana kompetensinya.

Setelah tinggal di awan, jangan introvert. Mari kita bersosialisasi.

Kolaborasi di Socmed

Jaman dulu, orang diskusi di milis. Jaman sekarang milis sudah mulai sepi. Pindah ke Facebook. Ada beberapa forum Facebook yang saya ikuti, diantaranya:

Silahkan tanya di situ dan mention saya. Insya Allah ditanggapi kalau lagi tidak sibuk. Perlu diingat, buatlah pertanyaan yang bagus, karena kita programmer bukan dukun.

Bila grup di atas terlalu ramai, silahkan buat baru. Gratis kok. Bahkan siswa asuhan ArtiVisi di SMKN 10 Jakarta saja punya grup Facebook, masa mahasiswa kalah. Di grup tersebut, siswa SMKN 10 diskusi tentang tugas yang diberikan gurunya. Gurunya juga ikut dalam grup sehingga bisa ditanya-tanyai.

Di panel kanan blog ini, ada juga kontak Twitter saya. Silahkan mention kalau mau tanya-tanya.

Facebook diblokir di kantor? Masih ada grup BBM atau Whatsapp. Pakailah buat diskusi masalah pemrograman, jangan buat gosip artis atau politikus aja ;)

Belajar dari Internet

Bapak menteri kita pernah bertanya,

Memangnya kalau internet kenceng, mau dipake apa??

Setelah membaca artikel ini sampai di sini, kamu sekarang bisa menjawab dengan yakin.

Buat belajar pak !! Saya akan donlod semua video tutorial di Youtube. Saya copy ke smartphone saya. Tiap ada waktu luang, misalnya ngantri di ATM, selama kegencet di commutter line, kena macet di angkot, saya akan tonton tutorial tersebut. Insya Allah saya bisa cepet pinter pak, biar bisa gantiin Bapak ngeberesin internet Indonesia ;)

Banyak sekali materi pelajaran di internet. Mau belajar NodeJS dan SailsJS ada. Mau belajar Spring Framework ada. Mau belajar fotografi ada.

Wah, dengan segala macam teknologi di atas, pasti modalnya mahal ya Pak? Saya mahasiswa cekak, bokek, pas-pasan.

Tidak juga. Ini cuma masalah prioritas dan kesungguhan aja. Coba kita hitung-hitungan.

Pertama, kita beli smartphone dulu. Untuk gampangnya, saya buka Bhinneka.com, masuk ke menu Smart Phone Android, dan urutkan dari yang termurah.

Foto

Lihat kan, dengan 800 ribu rupiah saja sudah dapat prosesor 1Ghz Dual Core, RAM 512MB, Internal Storage 4GB. Sebagai gambaran, waktu saya kuliah tahun 1997 dulu, komputer saya spec-nya 233Mhz single core, RAM 32MB, Harddisk 128MB. Smartphone? Stupidphone aja belum ada. Adanya ini nih

Pager

Wah, saya gak punya uang 800 ribu buat beli smartphone.

Gampang, saya ada dua solusi. Solusi pertama butuh otak, solusi kedua gak perlu otak. Tinggal pilih.

Kalau mau pakai otak, cukup bikin selebaran les privat matematika. Bisa disebar di Facebook, Twitter, atau diprint fotokopi dan sebar di SD/SMP/SMU. Atau kalau malas bikin selebaran dan sebar-sebar, bikin lamaran kerja aja selembar ke bimbingan belajar.

Hmm, solusi pakai otak terlalu berat buat saya. Coba yang satu lagi pak.

Awas, hati-hati otaknya nanti ngambek karena gak pernah dipake :D

Foto

Anyway, ini solusi tanpa otak.

Foto

Gambar diambil dari tokonya

Harganya sekitar 30 ribu rupiah di toko olahraga terdekat. Dengan bermodalkan peluit tersebut, kamu tinggal nongkrong di parkiran kampus atau minimarket/warung kopi terdekat. Tiap ada yang mau keluar, “Priiitt !!”. Lumayan 100 kendaraan sehari, masing-masing 1000 rupiah. Setengah hari sudah balik modal untuk beli peluit. Seminggu kebeli deh smartphone.

Ok pak, Berkat strategi peluit, smartphone sudah punya. Gimana dengan akses internetnya?

Paket internet jaman sekarang makin murah dan cepat. Biayanya dibawah 100 ribu sebulan untuk quota 2 - 3 GB.

Wah, saya gak punya uang 100 ribu sebulan Pak. Maklum mahasiswa kere.

Gampang, mau solusi pake otak atau gak pake otak?? Apa perlu saya jelaskan sekali lagi?? :D

Kesimpulan

Jaman sekarang semua sudah serba mudah. Mau belajar apa saja gak perlu tunggu guru/dosen. 5 tahun ke depan, harusnya murid/mahasiswa saya bisa 5 kali lebih hebat dari saya. Masa kalah sama generasi pager yang komputernya jauh lebih lemot daripada handphone jaman sekarang?

Tinggal kita saja pintar-pintar mengatur prioritas. Mana yang lebih penting, jago coding atau up to date dengan kelakuan Farhat/Jupe/Justin/whatever yang terbaru?