Lebaran dan Mudik
Selamat Lebaran Idul Fitri 1426 H. Mohon maaf lahir dan batin.
Seperti tahun yang lalu, lebaran ini diramaikan dengan kegiatan mudik. Ini adalah rutinitas baru sejak menikah. Maklum, sebelumnya saya tidak punya kampung, karena lahir dan besar di Jakarta. Pada waktu orang-orang pulang kampung, saya malah pulang kota.
Transportasi tahun ini jauh lebih baik daripada tahun kemarin. Primajasa baru saja membuka pool bis di Jl. Mayjend Sutoyo, beberapa ratus meter jalan kaki dari rumah. Ruang tunggu AC, air mineral gratis, pelayanan yang ramah, dan yang paling penting, calon penumpang yang jauh lebih sedikit (daripada di terminal umum). Bis jurusan Garut cuma ada satu jenis, yaitu AC Ekonomi. Bagi pembaca yang awam dengan urusan per-bis-an, AC Ekonomi adalah bis yang dilengkapi dengan AC, tapi memiliki konfigurasi tempat duduk seperti bis Ekonomi, yaitu dua di kiri dan tiga di kanan dengan sandaran bangku yang terima apa adanya alias tidak bisa diatur kemiringannya.
Bandingkan dengan terminal Kampung Rambutan (yang biasanya kami gunakan). Baru sampai pintu gerbang, ‘keramahan’ calo sudah bisa dinikmati. Berhasil menerobos kerumunan calo, kami harus menunggu di ruang tunggu masal, yang dikelilingi bis ngetem (tentunya sambil menyalakan mesin). Pilihan bis juga terbatas. Sampai tahun lalu, bis yang menuju Garut cuma Karunia Bakti. Dan kita tidak bisa memilih AC atau Ekonomi, karena Karunia Bakti cuma punya satu jalur antrian. Jika kebetulan yang dapat giliran bis Ekonomi, pilihannya adalah naik, atau menunggu bis berikutnya (yang belum tentu AC).
Simply said, pool Primajasa yang baru ini benar-benar suatu berkah yang wajib disyukuri.
Dari sisi transportasi, memang menjadi lebih mudah. Tapi dari sisi peserta mudik, lain ceritanya. Tahun kemarin, Khalisa masih di dalam perut Ambu. Tapi tahun ini, dia sudah bisa duduk sendiri. Ini menimbulkan tantangan tersendiri.
Sebulan sebelum lebaran, kami sudah ujicoba membawa Khalisa ke Garut, dan berjalan dengan lancar. Dia menikmati perjalanan, dan tampaknya senang melihat pemandangan di jalan. Dengan total durasi perjalanan Jakarta- Garut yang cuma 4 jam saja, nampaknya dia tidak terlalu bosan. Tapi mudik berbeda, walaupun Jakarta-Cileunyi dapat ditempuh dalam waktu 3 jam, Nagrek tidak.
Para pembaca tentunya sudah pernah mendengar tentang Nagrek. Tanjakan curam yang dilengkapi dengan beberapa tikungan berbentuk huruf U, yang bahkan dapat membuat miris Kimi Raikonnen sekalipun. Nagrek sudah lama menjadi momok para pemudik. Kendaraan yang kondisi kesehatannya minim jangan harap selamat. Kendaraan yang sangat sehat juga harus dilengkapi dengan pengemudi yang handal.
Sebetulnya, pada kondisi normal, Nagrek mudah dilalui. Memang membutuhkan keterampilan tinggi, tapi tidak terlalu menakutkan. Yang membuat Nagrek menjadi bottleneck adalah, pada saat mudik banyak bis yang lewat berbarengan. Bis, seperti kita tahu, lemah di tanjakan, sehingga kita akan banyak menghadapi logam sebesar rumah berbobot ratusan ton yang merangkak tertatih-tatih sambil menyemburkan bakaran solar hitam di belakangnya. Menurut saya, inilah faktor utama yang membuat KO kendaraan berkondisi pas-pasan. Mereka dipaksa menanjak pelan-pelan (kadang berhenti) di belakang bis. Suhu panas, putaran mesin tinggi, intensitas pengereman yang tinggi, semua ini sangat menyiksa mesin. Seandainya jalan lancar, semua ini bisa dihindari.
Alhasil, pada kesempatan mudik kali ini, Nagrek berhasil kami lalui dalam waktu 4 jam. Lepas dari Nagrek, jalanan lancar dan sepi. Khalisa sudah lelah dan bosan. Walaupun demikian, dia tetap shalehah dan tidak terlalu rewel. Sementara itu, anak tetangga sebelah sudah menangis menjerit-jerit. Segala daya upaya sudah dikerahkan, tetapi nampaknya perjalanan mudik terlalu berat untuknya. Menurut keterangan yang berhasil dikumpulkan, bocah tersebut berusia 9 bulan. Satu bulan lebih tua daripada Khalisa. Narasumber tersebut (yang disinyalir adalah bapaknya) tidak bersedia berkomentar lebih lanjut dengan alasan sibuk. Setelah itu, dia terlihat sibuk meracik susu formula untuk anaknya yang histeris tersebut.
Alhamdulillah Khalisa adalah pengguna ASI yang loyal. Ini sangat memudahkan orang tua pada waktu mudik. Kami tidak perlu membawa kaleng susu, termos, perangkat dot, dan segala macam sanitizer. Cukup cari tempat duduk yang memiliki sedikit privasi.
Sebagai referensi, berikut saya tuliskan daftar perlengkapan Khalisa yang harus tersedia dalam jangkauan tangan :
- Mainan
- Bubur instan
- Piring makan
- Sendok makan
- Gelas
- Tisu basah (untuk membersihkan sisa makanan di muka)
- Tisu kering (untuk membersihkan peralatan makan)
- Air mineral (untuk diminum, dan untuk mencairkan bubur instan)
Sedangkan kostum yang digunakan Khalisa selama perjalanan (dengan bis AC selama 7-8 jam) adalah :
- Celana panjang
- Baju lengan panjang
- Kaus dalam (singlet)
- Jaket
- Kaus kaki
- Jilbab
- Lampin sekali pakai
Jangan lupa siapkan tiga set pakaian seperti di atas untuk berjaga-jaga.
Demikian laporan mudik tahun ini. Mudah-mudahan masih ada cukup umur untuk mudik di tahun depan.